Pisau Bermata Dua Itu Bernama Sawit

Coba kalian lihat produk-produk yang ada di rumah. Di dapurmu, di kamarmu, kamar mandi, bahkan di atas meja rias. Lihat komposisi pada kemasan. Adakah tertera salah satu dari nama-nama unsur pada foto di atas? Kemungkinan besar, dan sangat besar, pasti ada.

Nama-nama asing itu adalah istilah lain untuk minyak kelapa sawit dan segala turunannya.

Minyak kelapa sawit menjadi primadona para produsen untuk meramu produk-produknya. Harganya yang murah dan beraneka guna adalah kunci minyak kelapa sawit. Seturut yang saya baca, tidak banyak, minyak sawit tidak mudah mencair dalam suhu ruangan. Baik untuk pasta gigimu. Ia juga dipilih karena bisa mengikat warna tanpa memberi rasa. Bagus untuk lipstikmu. Ia juga bisa menjadi bahan yang mampu memberi daya tahan pada suatu produk, alias bahan pengawet alami. Bagus untuk masakanmu. read more

Mimpi Bermula di Tunggilis

Kopi. Barangkali hanya ialah yang ingin saya pelajari. Bagaimana ia akan berbuah hijau lalu menguning lalu memerah dan matang. Ada cita-cita sederhana; tentang sebuah rumah kecil di tengah hutan kopi dengan pohon-pohon tinggi lain, yang ingin saya miliki, kelak.

Di Tunggilis, cita-cita itu bermula.

Taksi online yang kami tumpangi berbelok ke kiri dari Jalan Raya Puncak, menyusuri jalanan kampung nan sempit. Di beberapa sudut, warga yang sedang duduk-duduk di pinggiran jalan, terpaksa harus lebih menepi untuk mempersilakan mobil yang kami-saya, Ika, dan Mas Rey-tumpangi, bisa lewat. Tak terbayangkan oleh saya andai saja berhadapan dengan mobil lain dari arah yang berlawanan. read more

Rumah Pohon, Saksi Bisu Hutan Sarongge Melebat

Sarongge yang terik. Kami-saya, Ika, dan Mas Rey-melompat naik ke mobil bak terbuka, menumpang sampai ke pondok karyawan kebun stroberi, tujuan akhir mobil. Di hadapan kami, hamparan cokelat tanah ladang yang ditanami hijau, kuning, merah sayur dan buah. Jauh di sana, membentang Gunung Geulis, yang morfologinya seperti seorang perempuan tertidur. Sementara sudut lain, Gunung Gede dengan gelayut awan menutupi puncaknya.

Jalanan yang kami lalui berupa jalan mortar yang tidak rata. Bergelombang dan mengelupas. Wajar. Tiap hari, jalanan yang memiliki kontur itu dilalui mobil bak terbuka, mengangkut penuh hasil ladang. Di atas bak terbuka mobil tumpangan, kami duduk bergelinjang dengan pemandangan yang amatlah amboi. read more

Merawat Pohon Adopsi di Kaliadem

Tarikh 2 Desember 2019.

Pagi masih dini bagi saya. Yogyakarta, jam tujuh pagi, ketika saya meluncurkan sepeda motor menuju Koperasi Mahasiswa Universitas Gajah Mada (Kopma UGM), tempat yang sudah disepakati bersama teman-teman Relawan Lindungi Hutan Yogyakarta, berjanji bertemu. Kemudian, kami akan bergegas menuju Kaliadem, tempat pohon-pohon adopsi yang ditanam pada Hari Bumi lalu.

Saya, bersama Hanif, Deni, Sekar, dan Hilmy, lepas sarapan di Kopma UGM, menyusuri Jalan Kaliurang menuju utara. Ketika tiba di Kilometer 14, kami berbelok ke arah timur, menuju Jalan Pamungkas lalu terus melaju ke utara, dan kemudian berhenti di kawasan wisata Kaliadem, tempat jip-jip lalu lalang menebar debu. read more

Janji Merapi Pada Sebuah Labuhan

Hamemayu Hayuning Bawono. Ia adalah sebuah nilai luhur yang dipegang oleh masyarakat Jawa untuk menjaga kelestarian dan keselarasan alamnya. Apa yang sudah dimuntahkan, semestinya dikembalikan. Bahkan ketika pohon dan ilalang terbakar oleh abu vulkanis, sang gunung akan menghijaukan kembali yang telah cokelat oleh unsur haranya. Maka, ambilah secukupnya agar alam yang hidup itu akan terus hidup.

Waktu menunjukkan pukul delapan pagi ketika saya tiba di Dusun Kinahrejo setelah melakukan perjalanan kurang lebih setengah jam dari rumah teman, Diena, di Rejodani. Saya sengaja menginap di kediamannya karena rumahnya itu dekat dengan tempat Labuhan Merapi digelar. Kehadiran saya adalah untuk menggenapi rangkaian acara Tingalan Jumenengan Dalem, yang hari sebelumnya dilaksanakan di Pantai Parangkusumo. read more

Ombak Hadir di Labuhan Parangkusumo

Barangkali ini tulisan yang terlambat.

Tarikh 6 April 2019.

Pagi itu, hampir setahun yang lalu, saya menyusuri jalanan yang membentang dari utara ke selatan menuju Pantai Parangkusumo. Meski waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi, tapi sinar matahari sudah menyinari Yogyakarta dengan ganas.

Saya berencana mengikuti satu acara yang rutin diadakan oleh Keraton Yogyakarta tiap tahun untuk memperingati Jumenengan Dalem atau peringatan naik tahta Sultan HB X sebagai raja Kesultanan Yogyakarta. Dulu, saat ayahandanya bertahta, Labuhan diadakan untuk memperingati Wiyosan Dalem atau ulang tahun Sultan HB IX sesuai dengan kalender Jawa. Lain itu pula, labuhan adalah satu tradisi kuno yang sudah dilakukan oleh masyarakat Nusantara sebagai lantunan puji dan syukur kepada Tuhan atas hasil bumi atas alam yang melimpah. read more

Malioboro di Sebuah Selasa Wage

Di sebuah sore, kala waktu matahari masih bersinar emas, saya berjalan menyusuri sebuah jalan kecil kampung yang menghubungkan Jalan Mataram dan Malioboro bernama Sosrokusuman. Pada jalanan kecil itu berjajar bangunan yang berfungsi sebagai penginapan, kios kaus dan souvenir khas Yogyakarta, dan warung makan di sisi utara dan dinding tinggi yang dilukis beragam gambar di sisi selatan.

Di sore itu, saya hendak mengikuti sebuah pesta rakyat sederhana yang diselenggarakan tiap Selasa pada pasaran wage. read more

Restu Ibu di Halimun Salak

Kala pagi di Sukabumi. Suara senda gurau samar terdengar dari kaca mobil yang sedikit terbuka. Saya keluar dari mobil setelah tiga jam tidur. Arthur, Roro, Aliza, Pras, Ferry, Ros, Andri, dan Naufal, seorang pemandu, bercengkerama di sudut halaman rumput Villa Abah, Sukabumi.

Saya berjalan ringan menghampiri sudut halaman itu yang kemudian disambut Roro dengan memperkanalkan Daffa, adiknya, kepada saya. Udara sejuk, tidak panas juga tidak dingin. Pemandangan indah terbentang di ujung lazuardi. read more

Ada Keberanian di Pangrango

Berjalanlah tanpa banyak risau, niscaya tanpa disadari, kakimu telah melangkah jauh, hingga akhirnya tiba pada tempat yang kau tuju.

***

Ini adalah perjalanan dengan tim terbanyak pertama saya. 12 orang! Yang saya kenal hanya Roro, selebihnya tidak. Terlebih, saya merasa tidak nyaman berada di tengah kelompok besar.

Lalu, mengapa harus takut memulai sesuatu baru?

Seseorang berkata, naiklah gunung bersama teman-teman dekat, yang sudah saling mengenal. Namun, teman-teman dekat saya jarang yang suka naik gunung. Kebanyakan mereka sudah menjadi orang tua dengan anak-anak yang menggemaskan. Giliran ada yang suka naik gunung, kami tinggal di beda kota. Susah memang, kalau usia sudah di ambang pertengahan tiga puluhan, belum nikah, dan punya hobby naik gunung. Jadi, ketika Roro menawari mendaki bersama teman-temannya, saya langsung bilang, “MAU!” read more

Misteri di Tanmatra Lawu

Ramuan terjadi dalam tejanya, yang keluar melalui kawah Candradimuka. Lawu embuskan misteri dengan prananya dan lalu terjadi di atas mandaranya, dan menjadi abadi di akasa.

***

Bola keemasan perlahan muncul dari balik garis biru dan merah muda langit. Enam pagi di Sendang Drajat. Rencana untuk mengejar matahari terbit ke puncak pada jam lima pagi, hanyalah mitos.

“Habis subuhan kita berangkat ya,” ucap Roro tadi malam.

Subuh kapan?

Saya berdiri di luar tenda. Sejenak menyaksikan sesuatu yang selalu diharapkan hadir ketika berada di gunung; Matahari. Ia bisa membuat gradasi warna indah pada punggung gunung. Ia bisa menyusup pada kabut dingin. Ia bisa melahirkan kembali jiwa yang lumpuh kerena lelah. read more