Mimpi Bermula di Tunggilis

Kopi. Barangkali hanya ialah yang ingin saya pelajari. Bagaimana ia akan berbuah hijau lalu menguning lalu memerah dan matang. Ada cita-cita sederhana; tentang sebuah rumah kecil di tengah hutan kopi dengan pohon-pohon tinggi lain, yang ingin saya miliki, kelak.

Di Tunggilis, cita-cita itu bermula.

Taksi onlineĀ yang kami tumpangi berbelok ke kiri dari Jalan Raya Puncak, menyusuri jalanan kampung nan sempit. Di beberapa sudut, warga yang sedang duduk-duduk di pinggiran jalan, terpaksa harus lebih menepi untuk mempersilakan mobil yang kami-saya, Ika, dan Mas Rey-tumpangi, bisa lewat. Tak terbayangkan oleh saya andai saja berhadapan dengan mobil lain dari arah yang berlawanan. read more

Rumah Pohon, Saksi Bisu Hutan Sarongge Melebat

Sarongge yang terik. Kami-saya, Ika, dan Mas Rey-melompat naik ke mobil bak terbuka, menumpang sampai ke pondok karyawan kebun stroberi, tujuan akhir mobil. Di hadapan kami, hamparan cokelat tanah ladang yang ditanami hijau, kuning, merah sayur dan buah. Jauh di sana, membentang Gunung Geulis, yang morfologinya seperti seorang perempuan tertidur. Sementara sudut lain, Gunung Gede dengan gelayut awan menutupi puncaknya.

Jalanan yang kami lalui berupa jalan mortar yang tidak rata. Bergelombang dan mengelupas. Wajar. Tiap hari, jalanan yang memiliki kontur itu dilalui mobil bak terbuka, mengangkut penuh hasil ladang. Di atas bak terbuka mobil tumpangan, kami duduk bergelinjang dengan pemandangan yang amatlah amboi. read more