Buah Pikir Bernama Maniksaka

Buah Pikir Bernama Maniksaka

Selanjutnya sesudah ini kau boleh dipanggil Sang Yang Guru; dan menempatkan seluruh kepercayaan kepadamu, aku menyerahkan bumi dan semua dihubungkan kepadanya, dimanfaatkan dan diatur berdasarkan atas keinginan dan kesenanganmu.

Terjemahan Manik Maya.

***

Di buku sketsa besar saya menulis suatu nama. Maniksaka. Di bawah nama saya menarik garis, membaginya menjadi tiga bagian. Bagian kiri saya beri judul Akasa; tengah adalah Mandara; kanan bernama Sagara. Memetakan warna dan meraba aroma gunung, laut, dan nir-udara lalu menempatkannya di tiap bagian. Saya membuka buku lainnya yang lebih kecil. Buku bertuliskan daftar rimpang, batang, bunga, dan biji rempah yang telah saya pelajari manfaatnya. Di tiap bagian buku besar, saya tuliskan masing-masing dua rempah untuk menciptakan karakter yang sesuai dengan nama. Sebuah resep yang barangkali, bisa mengobati luka yang meradang di tubuh. Resep yang saya peroleh dari tutur leluhur. Resep yang, pula tersemat doa, semoga menyembuhkan. read more

Catatan Panjang Bus Malam

Di dalam bus, saya seperti berada di Mars. Asing dan sedih, yang disertai aroma kulit imitasi atau entah apa yang tidak saya suka. Membikin mual, meskipun saya belum memasukinya.

***

Ini adalah catatan yang panjang, seperti perjalanan 12 jam yang saya rasai lebih panjang dari seharusnya. Semoga kalian sudi membaca.

Sebulan sudah saya berada di Pacet dan pada akhirnya merindukan Yogya. Pada rumah di pinggir Kali Code itu; pada kamar sempit nan memanjang; pada ikan-ikan beserta tanaman di sudut hijau; pada Benji, gitarlele kesayangan. read more

Mandara di Balik Layar

Kata orang, menulis novel itu susah. Ia harus selesai. Dari cerita bermula, sebuah novel harus menemukan jawaban.

Menulis novel sudah menjadi impian saya sejak lama. Beberapa judul pernah saya tulis. Perjalanan solo trip Flores, pun cerita tentang persahabatan remaja layaknya AADC pernah ada di laptop. Sayang, mereka tak pernah berhasil sampai titik. Sampai akhirnya saya melakukan pendakian ke Gunung Semeru. Gunung itu memberi kisah dan membukakan banyak sekali kebetulan. Seolah memberi jalan, bahkan mengantarkan saya pada sejarah keluarga, yang barangkali, tak kan pernah habis ditulis, dan Indonesia punya utang yang tak kan mampu dibayar. read more

Merawat Pohon Adopsi di Kaliadem

Tarikh 2 Desember 2019.

Pagi masih dini bagi saya. Yogyakarta, jam tujuh pagi, ketika saya meluncurkan sepeda motor menuju Koperasi Mahasiswa Universitas Gajah Mada (Kopma UGM), tempat yang sudah disepakati bersama teman-teman Relawan Lindungi Hutan Yogyakarta, berjanji bertemu. Kemudian, kami akan bergegas menuju Kaliadem, tempat pohon-pohon adopsi yang ditanam pada Hari Bumi lalu.

Saya, bersama Hanif, Deni, Sekar, dan Hilmy, lepas sarapan di Kopma UGM, menyusuri Jalan Kaliurang menuju utara. Ketika tiba di Kilometer 14, kami berbelok ke arah timur, menuju Jalan Pamungkas lalu terus melaju ke utara, dan kemudian berhenti di kawasan wisata Kaliadem, tempat jip-jip lalu lalang menebar debu. read more

Malioboro di Sebuah Selasa Wage

Di sebuah sore, kala waktu matahari masih bersinar emas, saya berjalan menyusuri sebuah jalan kecil kampung yang menghubungkan Jalan Mataram dan Malioboro bernama Sosrokusuman. Pada jalanan kecil itu berjajar bangunan yang berfungsi sebagai penginapan, kios kaus dan souvenir khas Yogyakarta, dan warung makan di sisi utara dan dinding tinggi yang dilukis beragam gambar di sisi selatan.

Di sore itu, saya hendak mengikuti sebuah pesta rakyat sederhana yang diselenggarakan tiap Selasa pada pasaran wage. read more

Perempuan dan Banyolan Laki-laki

Apa orang mengira dunia hanya milik lelaki? (Pramoedya Ananta Toer, 2006:435)

***

Tulisan ini akan saya mulai dengan cerita sebuah pengalaman pribadi yang dialami ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Suatu sore, ketika saya sedang bersepeda sendirian untuk membeli peralatan sekolah di toko dekat rumah, seorang laki-laki yang berjalan berlawanan arah, tiba-tiba menyentuh punggung lalu memegang, menekan, dan meremas payudara kanan saya. Ia kemudian berlari secepat kilat, menjauh. Seketika saya hanya berhenti, diam, tidak berbuat apa-apa karena tidak tahu apa maksud kejadian yang baru saja menimpa. Saya hanya menoleh ke belakang, melihat lelaki itu berlari mundur sambil tertawa menghadap ke arah saya. read more

Kotagede, Lorong Waktu Menuju Rahim Yogyakarta

Kotagede adalah persenyawaan masa silam dan kini. Yang silam dikenang sebagai pusat Kerajaan Hindu yang disulap menjadi Kesultanan Mataram Islam, tempat singgasana Panembahan Senopati bertahta. Tidak ada batas jelas antara yang lalu dan kini. Tapi yang pasti, kota pusaka ini seolah menandakan peradaban modern terbit kemarin Legi.

***

Pagi ini Matahari memulas biru langit dengan bias-bias cahaya secara diam. Sinarnya membentuk bayang-bayang pada jalan, dinding bangunan, dan pepohonan yang sejak semalam tua. Saya menyusuri jalanan menuju Kotagede, menyaksikan dan merasakan, bagaimana sinar itu mengubah gelap menjadi hidup secara gaib. read more

Ulang Tahun di Bukit Turgo

Pada mulanya, kami—saya dan Missika— berencana akan melakukan perjalanan ulang tahun ke Goa Langse, Parangtritis. Kemudian, dengan banyak pertimbangan seperti, lokasi yang jauh dan citra saya sebagai anak gunung agar tetap berdiri teguh, kami memutuskan untuk merayakan hari jadi di Bukit Turgo. Bukit Turgo sendiri berada di Desa Purwobinangun, Pakem, Sleman, Daerah istimewa Yogyakarta.

Rencana itu juga tidak berjalan mulus. Rencana berangkat pada subuh untuk mengejar Matahari terbit, berubah menjadi jam sebelas siang. Jeda waktu yang jauh bukan? Namun, seorang Sagitarius akan tetap menjadi Sagitarius, walau banyak kendala, kami tetap manusia setengah kuda yang berkomitmen melakukan rencana pemburuan dengan membawa busur dan panah sampai titik darah penghabisan. read more

Salah Warna di Rumah Puri Gardenia

Memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman bekerja kantoran di Jakarta untuk berdiri sendiri sebagai freelancer di Yogyakarta adalah salah satu keputusan terpenting dalam hidup saya. Terjadi pada tahun 2014. Memang, periode sebelum tahun itu, saya sudah beberapa kali mengerjakan proyek kecil bersama seorang rekan, tapi pada tahun 2014 itulah saya total mandiri di Yogyakarta.

Saya ingat perkataan Pak Yanto, rekan kontraktor kantor saya dahulu, “Satu tahun lagi deh, Mbak Widi. Biar pengalamannya semakin matang,” di suatu makan siang habis rapat. Saya berusaha paham maksud Pak Yanto, mungkin saya terlalu nekat. Periode itu pula, hubungan kerja antara saya yang mewakili konsultan desain dengan Pak Yanto sebagai kontraktor sedang rutin-rutinnya. Sangat baik. Mungkin beliau pikir, keputusan saya terlalu berani dan beliau belum ikhlas melepas seorang rekan project manager yang sangat punk ini. read more

Rumah Itu Bernama Jogjakarta

Rumah Itu Bernama Jogjakarta 1

“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang”, itulah semboyanku! Maju! Semua harus dilakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia. (Pramoedya Ananta Toer, 2002:181)

Surat yang bertarikh 6 November 1989, ditulis oleh Raden Adjeng Kartini kepada salah satu sahabat penanya, Stella Zeehandelaar. Surat itu kemudian dikutip Pram dalam buku Panggil Aku Kartini Saja. Dalam surat itu, R.A Kartini menceritakan kecintaannya pada bidang seni. Baginya, seni merupakan alat perjuangan bagi mereka-mereka yang tidak memiliki kebebasan. read more