Matahari Terbit di Hargo DumilahKe Lawu saya kembali. Untuk tiga kali. 12°C pada delapan pagi. Kamp pangkal Cemoro Kandang tampak sepi. Hanya ada saya dan tante yang biasa saya sapa dengan Mbak Nik, juga Angga dan Putra, dua pemandu. Sementara pintu rimba dijaga oleh Mas Budi, lelaki tinggi gagah berwajah sangar tapi baik hati.
“Kenapa ndak tidur di sini semalam?” tanyanya.
“Bulik saya takut kucing, Mas,” jawab saya sekenanya.
“Ndak ada kucing di sini,” jawab Mas Budi, melanjutkan “adanya kucing besar di atas kalau ketemu.”