IRONI RUPA ARSITEKTUR MASA SILAM

“Harus Seperti Inikah Nasipnya?”

Rupa bangunan itu rapuh. Dindingnya berkelupasan, jendela berkarat, dan pagarnya disegel dengan sebuah gembok besi besar. Dipastikan tidak berpenghuni. Hanya sampah dan puing menjadi penghuni bangunan yang cukup tinggi menjulang. Bangunan itu seolah menjadi surga bagi pengerat–pengerat untuk mengasah giginya agar lebih erat.

“Merah putih berkibar setengah tiang di Fatahillah”

Foto ini menjadi saksi dimana kain berwarna merah putih itu melilit pada bambu yang ditancapkan di salah satu sisi jendela gedung, yang dahulu berfungsi sebagai Balai Kota. Lilitan atau kibaran setengah itu, menjadi metafora perjuangan sampai mati para pahlawan dengan bambu runcing.

“Masih Tersisa Harapan Di sini”

Walau papan itu terkelupas–lupas, tapi cukup sebagai penanda yang dapat dibaca orang dari sebuah petanda masih dicintainya masa silam itu.

Rupa neo-gotik, rupa keagamaan. Saling silang struktur kayu sebagai interior atap dan konstruksi dinding batu alam, dirancang menjulang tinggi untuk menciptakan sebuah keagungan.

“Kota Termodern Di Negri Ini”

Pemandangan yang tampak pada lantai dua stasiun Gondangdia ini adalah sebuah gemerlap lampu-lampu gedung tinggi. Bisa dikatakan citra kota metropolitan sesungguhnya. Orang hanya menyelipkan earphone di telinganya, berjalan tanpa peduli kepada sekelilingnya. Berburu waktu berkebut polusi. Panas. Ramai. Tak teratur. Berisik. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *