Merancang Rumah dalam Menulis Novel Mandara dan Sagara

Ketika menulis novel perdana, Mandara, selain menciptakan tokoh karakter dan konfliknya, saya merasa harus mengetahui keadaan rumahnya. Rumah adalah ruang penciptaan diri, bagaimana ia hadir, ia berpikir dan bertindak. Maka secara khusus, saya menyediakan waktu untuk merancang rumah para aktor yang bercerita. Merancang rumah dalam novel, bukan hanya pemilihan dinding, lantai, dan atap, atau menentukan sudut yang tepat untuk mendapatkan cahaya matahari pagi agar novel memiliki nuansa sinematik, tapi juga tentang tata atur antar ruang dengan tautan lingkungan sekitarnya. Ini adalah tentang cipta, rasa, dan karsa. read more

Menyematkan Sagara di Wukir Mahendra Giri

Matahari Terbit di Hargo DumilahKe Lawu saya kembali. Untuk tiga kali. 12°C pada delapan pagi. Kamp pangkal Cemoro Kandang tampak sepi. Hanya ada saya dan tante yang biasa saya sapa dengan Mbak Nik, juga Angga dan Putra, dua pemandu. Sementara pintu rimba dijaga oleh Mas Budi, lelaki tinggi gagah berwajah sangar tapi baik hati.

“Kenapa ndak tidur di sini semalam?” tanyanya.

“Bulik saya takut kucing, Mas,” jawab saya sekenanya.

Ndak ada kucing di sini,” jawab Mas Budi, melanjutkan “adanya kucing besar di atas kalau ketemu.” read more