Rumah Itu Bernama Jogjakarta

Rumah Itu Bernama Jogjakarta 1

“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang”, itulah semboyanku! Maju! Semua harus dilakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia. (Pramoedya Ananta Toer, 2002:181)

Surat yang bertarikh 6 November 1989, ditulis oleh Raden Adjeng Kartini kepada salah satu sahabat penanya, Stella Zeehandelaar. Surat itu kemudian dikutip Pram dalam buku Panggil Aku Kartini Saja. Dalam surat itu, R.A Kartini menceritakan kecintaannya pada bidang seni. Baginya, seni merupakan alat perjuangan bagi mereka-mereka yang tidak memiliki kebebasan. read more

Mengentas Jarak dengan Buddha di Sendangcoyo

“Aku adalah
anak-Buddha,”
(Pramoedya Ananta Toer, 2003:246)

Itulah
kalimat pertama yang ditulis Kartini di dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon,
tarikh 27 Oktober 1902. Suratnya kali itu menceritakan tentang masa kecilnya
yang seorang Pribumi, akhirnya bisa disembuhkan dari penyakit oleh orang kudus
Tionghoa, setelah beberapa kali mendatangkan tabib.

***

Dengan
ragu saya membuka gerbang besi. Merogoh grendel pintu sambil berusaha mencari
adakah seseorang yang bisa dijumpai. Sepi. Beberapa ekor anjing tenang berjalan
menghampiri tanpa gonggongan. Hanya ekor mereka mengibas menyambut tamu dengan
semangat. Sunyi. read more

Gadis Pantai di Pantai Amnesia

“Hari demi hari batinnya diisi derai ombak dan pandangannya oleh perahu-perahu yang berangkat di subuh hari pulang di siang atau sore hari, berlabuh di muara, menurunkan ikan tangkapan dan menunggu besok sampai kantor lelang buka.” (Pramoedya, 2013;11)

Matahari mulai condong ke sisi Timur Laut langit, ketika kami—saya dan seorang kenalan—sedikit menepi meninggalkan pusat kota. Sebelas kilometer timur Rembang, menyusuri jalan Pantura, saya menembus sebuah dimensi waktu, masuk ke sebuah masa ketika Gubernur Guntur memimpin dengan keji. Genosida yang terjadi dalam sebuah proyek pelebaran jalan Anyer – Panarukan. Jalan terbaik dan terpanjang di masanya, kuburan terluas di Pulau Jawa. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. read more

Sejuta Senyuman Jl. Sumbawa No. 40 Blora

Kulonuwun.”

Pagar kayu berwarna hijau itu saya buka. Pagar yang kedua daun pintunya hanya terkait dengan tali plastik berwarna hitam. Tidak tampak ada orang, tapi pintu utama rumah terbuka. Saya memberanikan diri membuka kait tadi, sambil berharap tidak diteriaki maling. Berjalan dua langkah menuju area rumah, berbalik badan lalu mengembalikan pintu pagar seperti keadaan semula.

Di hadapan saya tampak sebuah rumah dengan halaman yang luas. Masuk ke area rumah ini, seperti kembali ke masa-masa perang. Membayangkan ada tiga anak laki-laki bermain kelereng; ayah asyik membaca koran di teras rumah; ibu menyulam, menikmati waktu santai. read more

Satu Hari di Semarang

Ini adalah perjalanan singkat saya mengitari kota Semarang. Dengan berjalan kaki saya mengitari Kota Lama dan berakhir di Lawang Sewu. Sama seperti kawasan Kota Tua Jakarta, Kota Lama banyak berdiri bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Belanda seperti Gereja Blenduk dan Gedung Jiwasraya.

Di samping itu, Semarang juga terus bergeliat dengan bangunan-bangunan modern untuk terus…

View On WordPress

Persisan Anta Tuan

Ini hari ketiga di Larantuka. Jumat 29 Maret 2013, tepat pada hari raya Jumat Agung, saya mengikuti satu dari banyaknya ritual Semana Santa di kota ujung timur pulau Flores. Tepat di depan Kapela Tuan Meninu, Kota Rewido, di bibir pantai saya bersama ribuan orang lainnya punya tujuan yang sama, yaitu melihat prosesi Persisan Anta Tuan. Persisan Anta Tuan adalah prosesi mengarak patung Yesus Wafat di Salib dengan menggunakan sampan. Arak-arakan dimulai dari Kapela Tuan Meninu menuju Armida Pohon Asam. Armada dalam bahasa Portugis adalah Ramida merupakan tempat pemberhentian dalam upacara Jalan Salib. Armida Pohon Asam tersebut terletak di depan istana Raja Larantuka, tepat berada di Pantai Kuce, Pohon Siri. read more

Suatu Kamis di Larantuka

Hari ini saya berkeliling kota dengan berjalan kaki, dimulai dari pelabuhan. Layaknya pelabuhan, segala bentuk kegiatan ekonomi terjadi di sini. Hiruk pikuk pedagang menawarkan barang dagangannya, riuh supir angkot mencari penumpang serta lalu lalang kapal yang silih berganti datang dan pergi mengantarkan manusia dan barang ke pulau seberang. Tidak peduli teriknya matahari menusuk kulit, mereka harus tetap bekerja, mereka sudah terbiasa. Di sini tampak sekali sifat dasar manusia, bahwa kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Pedagang memerlukan pembeli, supir butuh penumpang. Ada kebutuhan sosial dibalik kegiatan ekonomi tadi. read more

Selamat Datang Di Nagi

Lepas landas dari Kupang dan mendarat di Maumere. Kota yang menjadi pintu gerbang saya memasuki Pulau Flores. Selamat datang di Flores. Bahagia tak terhingga. Rasanya, baru kemarin malam bermimpi andai saja bisa ke Flores. Tapi kali ini, kaki saya benar-benar menapak di tanah tenun. Pulau yang sepintas terucap seperti bunga; flower.

Oiya, saat di El Tari Airport, Kupang, saya berkenalan dengan seseorang yang juga hendak menuju Larantuka. Saya menyapanya Bang Daniel. Begitu sampai di Maumere, saya berkenalan lagi dengan orang yang juga hendak menuju Larantuka. Bang Unun. Jadi begini triknya, kalau kamu melakukan perjalanan sendiri di Flores (atau pulau-pulau lain di Indonesia), sebisa mungkin berinteraksi dengan orang-orang sekitar. Mungkin saja kalian punya tujuan yang sama. Hal ini dimaksudkan agar bisa menyewa mobil travel secara beramai. Karena ongkos akomodasi darat cukup sulit dan mahal. Sekali jalan, transportasi antara kota di Flores membutuhkan biaya sebesar Rp. 500.000;- untuk satu buah mobil sewa. Jadi, jika beramai-ramai, kamu bisa menghemat biaya. read more

Timor

Ready to start..

Dengan mata sedikit kecut karena tidak tidur, langkah kaki yang sedikit gontai menahan keseimbangan dari dua ransel yang cukup berat, saya mulai perjalanan ini. Tetapi langkah gontai itu yakin manapak lorong-lorong bandara Soetta, di pagi yang masih gelap.

Gemuruh bandara di pagi buta diisi lalu lalang orang menuju gerbangnya masing-masing. Gerbang dimana pesawat yang akan mereka tumpangi sudah menunggu di landasan. Sama seperti saya, manusia-manusia itu masih dengan jiwa yang tidak sepenuhnya tersisi, menahan kantuk sampai tertidur di kursi bahkan di emperan lorong bandara. Dan saya akhirnya bisa tertidur selama kurang lebih selama satu jam di dalam pesawat dari Jakarta menuju Surabaya, kota transit untuk menuju ke Kupang. read more

Dia Bernama Kelimutu

Keagungannya tak kalah dengan Gunung Rinjani di Lombok. Dia berada di Desa Moni, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapai ke sana, kamu harus melakukan perjalanan selama satu setengah jam dari Ende dengan menggunakan bus menuju Maumere. Atau bisa menyewa mobil travel, hanya saja biaya lebih mahal. Moni sendiri adalah sebuah desa kecil yang cukup asri. Hamparan sawah hijau mengelilingi rumah-rumah penduduk yang berada di kaki gunung. Hawanya sejuk, berbeda dengan sebagian besar daerah di Flores yang panas. Dari desa Moni, kamu harus melakukan perjalanan sepanjang 12 km untuk mencapai kaki gunung itu dengan menyewa motor yang disediakan oleh banyaknya penginapan di Moni. Lalu setelahnya perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih satu sampai dua jam. read more