Ini hari ketiga di Larantuka. Jumat 29 Maret 2013, tepat pada hari raya Jumat Agung, saya mengikuti satu dari banyaknya ritual Semana Santa di kota ujung timur pulau Flores. Tepat di depan Kapela Tuan Meninu, Kota Rewido, di bibir pantai saya bersama ribuan orang lainnya punya tujuan yang sama, yaitu melihat prosesi Persisan Anta Tuan. Persisan Anta Tuan adalah prosesi mengarak patung Yesus Wafat di Salib dengan menggunakan sampan. Arak-arakan dimulai dari Kapela Tuan Meninu menuju Armida Pohon Asam. Armada dalam bahasa Portugis adalah Ramida merupakan tempat pemberhentian dalam upacara Jalan Salib. Armida Pohon Asam tersebut terletak di depan istana Raja Larantuka, tepat berada di Pantai Kuce, Pohon Siri.
Dalam Kapela Tuan Meninu terdapat dua buah Tori. Tori Besar dan Kecil. Tori merupakan tempat untuk menyimpan ornamen-ornamen kudus yang dianggap suci oleh masyarakat setempat. Dalam Tori Kecil disimpan patung Tuan Meninu yang dalam bahasa Portugis adalah Kanak Yesus. Sedangkan Tori Besar disemayamkan patung Yesus Wafat di Salib. Kedua patung suci tadi biasanya dikeluarkan dari Tori hanya sekali dalam setahun. Tuan Meninu misalnya, hanya dikeluarkan untuk dimandikan pada ritual Muda Tuan, sedangkan patung Yesus Wafat di Salib pada acara Persisan Anta Tuan ini.
Tepat pukul delapan pagi saya keluar dari hotel dan bergegas menuju lokasi dengan menggunakan ojek. Letak kapela ternyata tidak begitu jauh dari hotel saya menginap, karena tidak berada di pusat kota Larantuka. Ojek yang saya tumpangi tadi hanya bisa mengantarkan saya sampai di depan gang menuju kapela, karena akses jalan di tutup dan hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki. Dari jalan raya, saya berjalan kaki tidak begitu jauh, hanya sekitar 300 meter. Saya melihat muda-mudi berjaga di sepanjang gang untuk mengamankan jalannya upacara, pun banyak orang-orang berjalan untuk mengikuti ritual. Semakin dekat kapela, saya mendengar suara orang mengaji bergema mendoakan Tuhan Yesus yang wafat di salib. Mengaji bagi penduduk Larantuka yang mayoritas beragama Katholik ini adalah berdoa dengan menggunakan bahasa Portugis. Ya, Larantuka sebagai bekas jajahan bangsa Portugis banyak menggunakan istilah milik Negara Portugal. Puncak acara Persisan Anta Tuan itu sendiri dijadwalkan pukul 11.00 WITA. Seraya menunggu prosesi, para peziarah dari penduduk lokal maupun pendatang dipersilakan untuk mencium patung yang akan di arak tersebut. Mereka berbaris dua-dua dengan menanggalkan alas kaki dan seluruh barang bawaan. Ketika sampai di pintu gereja, mereka diharuskan untuk berlutut berjalan menuju tori yang menyimpan patung kudus tadi. Dan sedangkan di depan kapel, tepat di pinggir Selat Adonara, dari arah Pantai Kuce mulai berdatangan silih berganti perahu-perahu yang akan mengiringi patung bayi Yesus.
Semakin siang, perahu peziarah kian banyak berdatangan, selain itu ada juga puluhan sampan kecil yang akan di dayung oleh dua sampai tiga pemuda. Urutan perahu-perahu ini pun tidak sembarangan. Nantinya, mereka tidak boleh berada di depan sampan patung Yesus Wafat di Salib. Menurut mereka, Tuhan Yesus harus di depan, disusul oleh sampan-sampan kecil tadi, kemudian perahu motor para biarawati yang akan melantunkan doa untuk Tuhan. Lalu diikuti para tetua adat, dan yang terakhir adalah perahu motor peziarah.
Ada yang unik ketika saya menunggu prosesi dimulai. Segerombolan ikan hiu kecil muncul di permukaan. Kata seorang bapak kepada saya, “Ikan itu selalu datang saat persisan, nona. Ikut mengantar Tuan,” Ikan-ikan kecil itu menari sangat lincah. Sesaat mereka melompat-lompat kecil keluar dari permukaan air, seolah ingin menunjukkan kepada manusia bahwa ingin turut serta mengantar Tuhan. Ah, lucunya.
Setelah kira-kira tiga jam menunggu, Tuhan Yesus sudah siap dilayarkan. Gemuruh orang mengaji semakin santer terdengar di seluruh penjuru pantai. Semakin jauh Dia berlayar. Berlayar sampai hilang dari pandangan mata. Dan di Pantai Kuce, ada Tuan Ma sudah menunggu anakNya untuk bersama-sama kembali di arak mengelilingi kota Larantuka pada malam harinya.