Sehari Bersama Pemetik Teh Patuha

Kehidupan masyarakat gunung Patuha tidak akan pernah lepas dari tanaman teh. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai pemetik teh. Di segala sudut arah pandangan mata, terhampar ribuan hektar tanaman yang hidup di daerah dengan suhu yang dingin tersebut.

Gunung Patuha terletak dataran tinggi Ciwidey, yaitu 46 kilometer ke arah selatan Kota Bandung. Tidak mudah untuk mencapai gunung dengan ketinggian 2.386 meter di atas permukaan air laut tersebut. Saya dan ke enam teman lainnya harus menyewa sebuah mobil pribadi milik seorang yang kami kenal di sebuah musholla. Jalan yang berkelak-kelok dengan minim angkutan merupakan alasan kami untuk melakukan hal tersebut. Terlebih lagi kami diharuskan untuk masuk ke desa-desa yang berada di lembah gunung dengan kawasan Kawah Putih sebagai satu pintu masuk. Tujuan kami melkaukan perjalanan ini adalah untuk melakukan sebuah ekspedisi untuk menggali kehidupan pemetik teh di daerah yang ditemukan oleh Dr. Franz Wilhelm Junghuhn itu. Dengan latar belakang tersebut, kami meyakini dengan kehidupan pemetik teh Gunung Patuha memiliki cerita yang berbeda dan lebih menantang ketika dibandingkan dengan kawasan lainnya, seperti Puncak misalnya. read more

IRONI RUPA ARSITEKTUR MASA SILAM

“Harus Seperti Inikah Nasipnya?”

Rupa bangunan itu rapuh. Dindingnya berkelupasan, jendela berkarat, dan pagarnya disegel dengan sebuah gembok besi besar. Dipastikan tidak berpenghuni. Hanya sampah dan puing menjadi penghuni bangunan yang cukup tinggi menjulang. Bangunan itu seolah menjadi surga bagi pengerat–pengerat untuk mengasah giginya agar lebih erat.

“Merah putih berkibar setengah tiang di Fatahillah”

Foto ini menjadi saksi dimana kain berwarna merah putih itu melilit pada bambu yang ditancapkan di salah satu sisi jendela gedung, yang dahulu berfungsi sebagai Balai Kota. Lilitan atau kibaran setengah itu, menjadi metafora perjuangan sampai mati para pahlawan dengan bambu runcing. read more

Desa Itu Bernama Sukasari (2)

Setelah semalam akhirnya tidur nyenyak (tidur hangat di dalam rumah dengan sleeping bed), kami bangun subuh, mempersiapkan mengikuti kegiatan warga memetik teh. Setengah enam kami sudah siap di depan rumah, melihat wajah-wajah ayu dengan menggendong bakul rotan besar dengan sepatu boot. Pakaiannya warna-warni menambah ceria wajah mereka, penuh semangat. Ketika saya menuruni dan menyusuri desa, tampak seorang ibu memoles wajahnya dengan bedak dan gincu. Konon, pemetik yang didominasi oleh perempuan diwajibkan dandan untuk memikat para mandor dan tertarik dijadikan istri. Oleh sebab itu, kebanyakan dari wajah mereka seperti wajah londo, memerah, karena keturunan Belanda. Tapi secara logika, kenapa perempuan karena memiliki sifat ketelitian yang melebih laki-laki, terutama untuk teh yang baru pertama kali dipetik. Lalu pada petikan kedua dan seterusnya , laki-laki diperbolahkan ikut memetik. read more

Desa Itu Bernama Sukasari (1)

Ini adalah pengalaman ekspedisi terbaik saya selama menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Atmajaya Photography Club Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Setelah kelompok Merapi, Kawah Ijen, Semeru, dan Kawi, saya bersama enam orang teman memutuskan Gunung Patuha sebagai tujuan ekspedisi, yang nantinya akan dipamerankan dalam Gelar Karya Ring of Fire. Walaupun dengan informasi seadanya, hanya berdasarkan cerita pengalaman seorang anggota kelompok yang lupa-lupa ingat, serta tanpa contact person yang dapat dihubungi. read more